Setelah Nika dan para perempuan lainnya menuju dapur. Suara ribut itu membangunkan Budi. Dengan sedikit mengantuk, ia menuju ruang tengah untuk menonton televisi. Disana ada Ucok yang duduk setengah mengantuk. "Woy cok, acara Lensa Olahraga belum mulai Ya?" ujar budi.
"Wah, kau ini, belumlah masih setengah jam lagi. Eh, kok kau ini hobi kali nonton Lensa olahraga. Pasti kau ini mau nonton berita sepak bola kan?
"Oh.. pasti cok, yang namanya sepak bola, aku ini rajanya. Oh ya mau dengerin cerita sepak bola dari aku nggak?"
"Ha.. cerita apa. Terserahlah!"
Budi pun mulai bercerita.
Kisah Sepak Bola
Reijefki Simbolon
“Goo........l”, seluruh lapangan riuh, teriakan suporter menggema di seantero stadion. Gol semata wayang yang segera ditutup peluit panjang wasit segera membuat papan skor berubah, 1-0 yang akhirnya menutup kemenangan SMP Bakti Nusa melawan SMP Prima Bangsa dalam kejuaraan pelajar olahraga se-kecamatan.
Spontan, seluruh suporter Bakti Nusa FC segera menggendong dan mengelu-elukan sang pencetak gol, Budi. Sebagai pemenang, SMP Bakti Nusa mendapat uang pembinaan senilai 2 juta rupiah dan Trophy bergilir Camat Cup. Pak Agus, sang pelatih menyuruh Budi maju kedepan sebagai perwakilan Tim untuk maju kedepan menerima hadiah yang diserahkan langsung oleh pak camat.
Sesampai di rumah, Budi langsung memamerkan uang 200 ribu hasil kerja kerasnya barusan pada adik dan ayahnya. “Lihat nih Yah, benarkan kubilang, kalau sepakbola itu selalu membuatku beruntung”, ucap Budi bangga.
“Ah.. Cuma 200 ribu saja bangga!” tanggap adiknya ketus.
“Hu... sirik kamu, bilang saja kamu tidak mampu!”.
“Tadi tim kami mendapat juara 1 yah. Hadiahnya 2 juta, lalu dibagi masing-masing 100 ribu buat kami dan sisanya buat sekolah!” lanjut Budi.
“Lalu yang 100 ribu lagi darimana? Maling ya?’ tanya adiknya lagi sinis.
“Eh... jangan fitnah ya. Ini hadiah tambahan dari pelatih karena aku berhasil mencetak Gol”. Ayah hanya menggeleng-geleng melihat polah kedua buah hatinya.
“Sudah-sudah, jangan bertengkar. Kakak memang hebat. Dia jago sepakbola. Makanya adik juga jangan mau kalah dong. Tunjukin juga prestasi adik!”, ujar ayah menengahi. “Ah... dasar gila bola!”, timpal adiknya ketus sambil masuk kekamar. “Ehmm...Yah... sepertinya tabunganku sudah cukup deh buat beli PS2 baru. Kan sudah bosan yah sama PS1. Bahkan sekarang sebenarmya sudah zaman PS3. Tapi PS2 dulu nggak apa-apa deh !" ucap Budi sambil menggaruk-garuk kepalanya. “Tapi Ayah tambahin 300 ribu lagi ya!”, tambah Budi penuh harap. “Oh... begitu!” jawab ayahnya seolah tiada respon. “Hm... lalu yah?”, tanya Budi penuh harap lagi. Budi mulai sedikit ragu ayahnya tidak akan mengizinkannya.
“Boleh!”, jawab ayahnya kemudian. “Yes...”, teriak hati Budi girang.
“Tapi”, ujar ayahnya dengan wajah agak garang. Budi kembali ketakutan. Budi memberanikan diri bertanya ”tapi apa Yah?’. “Tapi prestasi kamu jangan menurun ya. Jangan gara-gara PS baru jadi malas belajar!” ujar ayahnya sembari menyeruput kopi di hadapannya. “Oh.. beres yah.. aku harus masuk 10 besar semester depan!’, ujar Budi dengan nada yakin.
Esok pagi-pagi sekali, ayah membangunkan Budi. “Budi, hari ini ayah akan pergi untuk mengurus SK ibu. Adik kebetulan hari ini libur. Jadi dia boleh ikut. Kamu jaga rumah ya!” ujar ayah pelan. “Huahem... ah... nggak ah yah. Budi izin aja, Budi mau ikut papa”, ujar Budi setengah mengantuk. “Budi, oke deh.. nanti jadi papa beliin PS baru. Tapi jaga rumah ya.” Ujar ayah mencoba merayu.
“Ha... benar yah. Oke deh. Aku siap ikut papa”, ujar Budi bersemangat.
“Eh... bukan ikut, tapi kamu jaga rumah!” tambah papa lagi.
“Eh.. iya. Maksudku jaga rumah”.
“Nah..... anak manis ini daftar tugas kamu sepulang sekolah nanti ya!”, seru Ibu seraya menyerahkan secarik kertas berisi tulisan bertinta hitam. Perlahan diraih Budi kertas itu. Dibukanya lipatan kertas dan diliriknya pelan. Tiba-tiba wajah senang Budi berubah seketika. “Ha... mencuci piring, menyapu rumah, memasak nasi, memasak air.. dan...”.
Budi berteriak cemberut, “pokonya aku nggak mau!”.
“Eh... kalau gitu nggak jadi deh punya PS baru!” goda ayah sambil menepuk pundak Budi. Tapi belum ada respon positif dari Budi. Ia masih cemberut setelah mendengar ucapan ayahnya. Sebenarnya Budi juga takut melawan perintah ayahnya. “Ya sudah, karena kamu sudah bantu mama mengerjakan tugas. Nanti papa beliin bola baru deh..”, goda papa lagi.
“Hm.. beres deh Yah. Aku siap..”, gaya budi meniru polah tentara. Sementara ibu tersenyum renyah. “Ayo pa... kita pergi. Bye-bye kakak, hehe”, ujar adik Budi mencoba membuat Budi iri sambil menarik tangan ayah. “Oh iya ayo”, ujar ayah langsung menuju parkiran mobil.
Disekolah Budi buru-buru mengerjakan ulangan Bahasa Indonesia. Ia terus membayangkan PS baru yang akan diterimanya sore nanti. ‘Tak perlu lagi sibuk menonton Bola kemana-mana, cukup tinggal dirumah dan bisa mainin Klub sepakbola favorit aku. The blues. Hehe asyik’, gumam Budi melamun. “Hei, jangan melamun”, tiba-tiba Andri datang mengagetkan Budi. Budi terkejut tapi segera menguasai diri. “Eh... Andri, ke kantin yuk, ada yang sangat amat penting mau aku ceritain sama kalian semua”, ujar Budi penuh semangat. “Hmm, sepenting apaan sih. Ayo deh.. teman yang lain sudah di kantin”, tanggap Andri agak penasaran.
Dikantin ia langsung menceritakan masalah PS barunya dengan lancar, “Hei teman-teman. Pokoknya besok kalian semua pada maen kerumah aku ya. Aku sekarang sudah punya PS baru!. “Wah.. ide bagus tuh. Kebetulan rental PS mang udin lagi tutup orangnya lagi mudik”, respon Ade semangat. “Wah.. setuju aku mau ngalahin Janssen, kemarin aku kalah 2-0 sama dia. Nanti aku mau pakai Real Madrid saja. Aku yakin pasti menang”, tambah Kevin. “Siapa takut. Nanti aku tambahain deh paket kekalahan kamu. Jadi 5-0 atau 10-0!”, ujar Janssen menantang. “Kita buktikan saja!”, jawab Kevin tenang. “Ya, nanti aku mau bawa kaset Winning Eleven yang baru. Disana sudah ada bursa transfer Kaka ama Ronaldo ke Madrid. Trus ada timnas Indonesia. Nggak sabar lagi mau memainkan Boas Salosa. Pemain favorit aku” ujar Mario sambil menunjukkan kaset DVD Winning barunya. “Siapa?”, ujar Ade tiba-tiba. “Aku besok!”, jawab Mario. “Yang tanya!”, jawab Ade lagi sambil disambut tertawaan dari teman-teman lainnya. “Sudah-sudah, pokoknya besok semua datang. Jam 4 sudah kutunggu ya” ujar Budi senang.
Sesampai dirumah, Budi memulai tugasnya. “Pertama kali memasak nasi, memasak air, baru menyapu rumah, eh.. mencuci piring dulu deh”, Gumam Budi menyusun rapi daftar kerja di pikirannya. Tapi, tiba-tiba mati lampu. Akhirnya budi memasak nasi dan air terlebih dahulu dengan menggunakan kompor gas. Tapi ketika Budi sedang asyik mempersiapkan kerja selanjutnya, terdengar suara dari samping kiri rumahnya, “Budi, budi main sepak bola yuk!”. Budi mulai bingung, diliriknya dari jendela tampak semua temannya berkumpul mengajaknya bermain bola. “Duh... main dulu apa kerjain tugas dulu ya?”, ujar Budi sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Ah... nasinya kan masak masih lama. Menyapu rumah?? Nanti aja deh.. kan bisa juga. Bosan dirumah.”, gumam Budi mempertimbangkan. Terdengar lagi suara dari samping rumah Budi, “Budi main yuk, hari ini latihan pertandingan persahabatan melawan SMP Prima Bangsa!”. Budi menjawab ragu, “Hmmm iya... sebentar”.
“SMP Prima Bangsa, aku mau masukkin gol lagi deh seperti kemarin. Hehe..!”, Budi akhirnya memutuskan bermain bola dan meninggalkan tugasnya.
Pertandingan melawan anak-anak SMP Prima Bangsa berlangsung seru. Tanpa wasit, tanpa hakim garis, tanpa penonton, tanpa batasan waktu. Semua bermain dengan gembira. Beberapa kali umpan Kevin gagal dimanfaatkan Budi menjadi gol. Semua asyik memainkan bola dan mengolah skil mereka masing-masing. Mario berhasil merebut bola dan mencoba menggiring hingga tengah lapangan. Tetapi defender tim lawan sudah siap menghalaunya. Dengan sigap Mario menendang bola sekeras mungkin. Bola akhirnya memantul mengenai tiang gawang dan berbuah Bola liar. Budi dengan sigap memanfaatkan kesempatan ini. Disepaknya bola pelan dan terarah di sudut bawah gawang. Dan sebuah gol tercipta. Budi segera berlari ketepi lapangan dan melakukan selebrasi gol ala Wayne Rooney. Tak lama kemudian umpan mendatar Janssen dari sayap lapangan berhasil digelontorkan dengan mulus ke jala gawang lawan oleh Budi. Lalu ia mengangkat kedua jarinya keatas meniru selebrasi ala Ricardo Kaka’. Pertandingan berlangsung sengit. Tiap tim berusaha menambah angka. Namun skor tidak berubah 2-0. Kemudian, Kevin berhasil merebut bola dari midfielder lawan dan digiringnya bola menuju sisi kanan lapangan. Disepaknya bola melambung menuju mulut gawang. Rupanya Budi sudah siap dan ia berhasil memasukkan bola sekali lagi. Tapi kini dengan kepalanya. Budi pun memamerkan tulisan di dalam bajunya ‘Sepakbola selalu membuatku beruntung’. Kini ia menggunakan selebrasi Ala Boas Solossa. “Wah.. hebat kamu Bud. Hattrick”, puji Kevin. “Pasti donk, sepak bola kan selalu membuatku beruntung!”, ujar Budi memamerkan mottonya. Ketika semua sudah merasa lelah, itulah peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan.
Diperjalanan pulang Budi selalu mendapat pujian dari teman-teman satu timnya. “Bud, apa sih rahasianya kamu hebat bermain bola?”, tanya Janssen
Jawab Budi bangga, “Hmm.. sudah kubilang dari dulu. Sepak bola itu selalu membuatku beruntung!”. “Ah.. masa sih?”, celetuk Mario tidak percaya.
“Tahu nggak, kalau gara-gara sepakbola, aku punya PS baru nanti sore. Kalau nggak karena Bola. Mana bisa aku punya PS baru?” jawab Budi lagi.
“Hmm.. benar juga ya...” Timpal kevin. Tiba-tiba Budi teringat akan tugas dan masakan Nasi serta air dirumah. “Vin, ini sudah jam berapa?” tanya Budi dengan nada cemas. Kevin agak heran melihat perubahan sikap Budi, dilrik arlojinya ” ada apa emang?, jam 5.30”.
“Ha...”, budi berteriak dan langsung berlari meninggalkan teman-temannya. Rasa takut, cemas dan merasa bersalah bercampur menjadi satu dengan keringat yang terasa dingin membasahi tubuhnya. Budi berlari sekencang-kencangnya menuju rumah. Akhirnya Budi sampai dan ia semakin cemas melihat mobil ayahnya sudah berada di depan rumah. Budi memberanikan diri memasuki rumah. Detak jantungnya semakin kencang. Dia seakan sudah siap dimarahi dan dihukum ayahnya. Tercium aroma nasi gosong ketika ia menuju dapur. Tiba-tiba ada yang memegang pundak Budi dari belakang. Budi menoleh dan menunduk pasrah. “Darimana Bud?”. Suara ayah yang tinggi menambah rasa takut Budi. Jawab Budi dengan gugup, “mmmain bbola yah”. Keringat semakin deras membasahi bajunya. “Hm.. bagus sekali hasil kerjamu. TELEDOR”, teriak ayah begitu keras dan mukanya garang. Budi kaget dan terjatuh. “Ampun yah...”, teriaknya. Ibu ikut-ikutan memarahi Budi, “nasi gosong, air minum habis, rumah berantakan belum disapu, piring belum dicuci”.
“Itulah, main boal aja kerjanya. Sial deh”, tambah adik Budi mempertegang suasana.
Ayah akhirnya memberi Budi hukuman untuk mengerjakan semua tugas yang dilalaikannya selama satu bulan penuh. Dan PS barunya terpaksa ditunda diberikan hingga hukuman Budi berakhir. Budipun menikmati makan malam bakso mang Asep karena tidak ada nasi dirumah dan piring masih kotor. Tapi betapa malunya Budi karena harus menunda rencana main PS bersama teman-temnnya hingga satu bulan.
“Huh, kalau gini caranya, Sepak bola membuatku Sial juga ya!” Gumam Budi meringis. (19-9-’09+BM+Rei)
"Woy, cok! bangun. Eh, sudah asyik cerita kok malah tidur lagi sih!" ujar Budi sedikit jengkel.
ha..ha..ha keren abis..hal yang sederhana bisa jadi menarik...btw ini bukan pangalaman pribadikan..or memang pengalaman pribadi
BalasHapusTerimakasih Tulang... Ini ada unsur Pengalaman Pribadinya juga... hhe
BalasHapuskeren loh cerpennya....
BalasHapusbagus n unik cerpennya...
BalasHapus